TM 3 Manajemen Perubahan - TT
atau jawabannya bisa chat 081227048161
|
PLN
Indonesia Power, Value Creation dengan Transformasi Digital Transformasi digital di PT PLN Indonesia Power
(PLN-IP) dimulai jauh sebelum pandemi Covid-19. Sebagaimana diketahui,
perusahaan ini mengelola pembangkit yang cukup banyak, di antaranya PLTA
(Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang beroperasi di remote-remote area.
“Karena jangkauan dan posisinya yang tersebar, diciptakan inovasi untuk dapat
mengoperasikan pembangkit secara remote dan bisa dimonitor oleh sentral,”
kata Endang Astharanti, Direktur Keuangan PLN-IP. Karena keterbatasan itulah, dikembangkan cikal bakal
Reliability and Efficiency Optimization Center (REOC) pada 2006
sebagai masterpiece atau ekosistem digital PLN-IP. Ini adalah level 1,
yakni remote control center dan mirroring untuk pengoperasian. Selanjutnya, wanita yang memiliki sapaan akrab
“Asti” itu menambahkan, dilakukan inovasi lagi untuk pengolahan data secara
statistik. Ini sudah masuk ke level 2, yang bertujuan mengoptimalkan proses
operasi pembangkit. Jadi, sudah mulai ada value lain yang dihadirkan
selain hanya untuk mengoperasikan secara remote. Menurut Asti, transformasi digital adalah sebuah journey,
sehingga PLN-IP terus melakukan perbaikan dan inovasi. Pada level 3,
dilengkapi dengan algoritma machine learning. “Inilah yang kemudian dibangun menjadi satu kesatuan
digitalisasi yang tidak hanya dilakukan di beberapa pilot pembangkit, tetapi
seluruh pembangkit yang ada di PLN-IP yang kemudian kami namakan REOC,” ia
menuturkan. Mengapa PLN-IP perlu melakukan transformasi digital? Menurut
Wisnoe Satrijono, Direktur Manajemen Human Capital dan Administrasi PLN-IP,
karena perusahaan ini perlu sustainability untuk bisa terus hidup dan
beroperasi. Dan, salah satu kunci transformasi ke depan adalah transformasi
digital. “We are not electricity company anymore, tetapi
dari perusahaan listrik menjadi sebuah perusahaan teknologi yang didukung
dengan inovasi. Jadi, ke depan electricity is by product dan fokusnya
lebih kepada energi dan teknologi,” kata Wisnoe. Saat ini PLN-IP terus melakukan perbaikan dan inovasi
untuk membuat performa REOC lebih baik lagi dan bermanfaat untuk
pengoperasian pembangkit. Dan, implementasi transformasi digital di PLN-IP
tidak sebatas REOC, tapi beyond REOC. “Kami sudah mengimplementasikan Enterprise
Architecture yang menjadi kerangka acuan untuk seluruh aktivitas bisnis
korporat. Jadi, tidak hanya operasional, tapi juga seluruh proses bisnis yang
tadinya manual kami jadikan digital seperti reliability management, life
cycle management, efficiency management, keuangan, administrasi, dan SDM.
Ada 10 aplikasi pengembangan yang kami luncurkan based on dua basis
sistem yang besar, yaitu manajemen operasional dan maintenance
pembangkit dan Enterprise Resource Planning (ERP),” Wisnoe menerangkan Tarwaji, Kepala Satuan Technology Development and Asset
Management PLN-IP, menambahkan, REOC ini transformasi digital yang tadinya
serba manual menjadi digital, yang tadinya unit centric menjadi
terintegrasi di kantor pusat. Contohnya, pembangkit di Suralaya, sebelumnya
hanya operator Suralaya yang bisa memonitor operasinya sehari-hari. Sementara
yang di kantor pusat hanya bisa mengandalkan laporan secara visual dari
catatan yang dibuat oleh operator. Dengan REOC, kantor pusat pun bisa
memonitor secara real-time. Dengan mengolah data parameter kinerja efisiensi
pembangkit berbasis machine learning, menurut Tarwaji, PLN-IP bisa menghemat
penggunaan bahan bakar secara signifikan. “Dalam satu tahun kami bisa saving
hingga Rp 52 miliar untuk satu pembangkit. Di tahun ini saja kami bisa
menghemat hingga Rp 342 miliar untuk satu triwulan (BPP),” ungkapnya. Tak hanya itu, value kedua yang akan diciptakan REOC
adalah efisiensi dari biaya pemeliharaan. REOC bisa membaca kira-kira
pemeliharaan seperti apa yang diperlukan, misalnya yang tadinya memerlukan
proses A-D ternyata bisa A-C saja. Jadi, ada efisiensi yang tercipta di situ
karena biaya pemeliharaannya akan rendah. Kemudian, REOC juga terhubung dengan proses pengadaan
atau inventori. Sehingga, dapat diketahui bahwa untuk melakukan pemeliharan
ini sumber dayaapa saja yang dibutuhkan. Dalam menjalankan transformasi digital tersebut, kata
Asti, pertama-tama harus dibangun kesadaran bersama (sense urgency),
karena urgensi ini bermula dari kebutuhan dan kondisi. Seperti kita tahu,
saat ini kita sedang menghadapi disrupsi dan persaingan pun semakin ketat. “Saat ini PLN-IP memiliki market share terbesar
untuk penghasil tenaga listrik kepada PLN, tetapi ke depan banyak sekali
pesaing baru yang masuk sehingga otomatis kami harus berubah. Kami harus
membekali diri dengan digitalisasi yang dapat membantu seluruh proses
operasional yang ada di perusahaan,” katanya. Dengan awareness yang dibangun pada seluruh
karyawan, tentunya akan lebih mudah mengajak mereka untuk dapat bersama-sama
melakukan transformasi digital. Di samping itu, yang membantu transformasi
digital di PLN-IP berjalan baik adalah struktur demografi pegawai, yang lebih
dari 76% didominasi milenial dan zilenial. Jadi, mereka memahami transformasi
untuk menghadapi perubahan zaman dan memungkinkan organisasi lebih agile. Ke depan, PLN-IP dituntut untuk mengembangkan energi
terbarukan (renewable energy) yang lebih masif, seperti pembangkit
tenaga matahari atau solar PV (photovoltaic), bayu atau tenaga angin, geothermal,
dan hydro. PLN-IP pun mendapat mandat untuk melakukan pengembangan
pembangkit khususnya yang renewable energy, karena Indonesia sedang
transisi menuju Net Zero Emission di tahun 2060, bahkan rencananya
akan dipercepat di 2050. Sementara, kondisi saat ini di PLN-IP, lebih dari 80%
masih pembangkit thermal, dan hampir 60% pembangkit yang fossil-based adalah
PLTU yang bahan bakarnya batu bara. Artinya, baru ada sekitar 15% yang sudah
renewable energy atau PLTA. Kompetensi yang dimiliki karyawan PLN-IP sekarang
adalah melakukan operasi untuk pembangkit thermal, yang energi primernya
berasal dari batu bara dan gas. “Tentunya, mengoperasikan dan memberikan kinerja
operasional di pembangkit non-thermal berbeda dengan apabila kami melakukan
operasional pembangkit yang basisnya thermal. Karenanya, hal ini harus
dilakukan reskilling dan upskilling pada karyawan,” Asti menerangkan. Dan, tidak hanya people, teknologinya juga harus
disesuaikan. Saat ini REOC sangat menjadi andalan untuk melakukan diagnosis
dan membaca pembangkit-pembangkit yang thermal dan air. Untuk solar dan bayu
(angin), karena perusahaan ini masih sedikit memilikinya, perlu enhancement
lagi bagi REOC untuk bisa membantu perusahaan mengelola pembangkit yang
memakai renewable energy. Untuk pengembangan kompetensi di era transisi energi
dan renewable energy, menurut Wisnoe, dilakukan melalui partnership.
“Kami tidak mungkin melakukannya sendiri karena membutuhkan budget besar.
Saat ini kami ahlinya dalam membangkitkan listrik yang berasal dari fosil,
tetapi ke depan kami perlu melakukan inovasi untuk membangkitkan listrik di
luar apa yang ada sekarang ini. Termasuk melihat potensi air laut, hydrogen,
dan sebagainya. Nanti gelombang air laut itu bisa menjadi sumber energi
listrik. Semua itu bisa dilakukan dengan kolaborasi dan sinergi,” tuturnya. Dan, pengembangan REOC ke depan, Tarwaji menambahkan,
nantinya ada level 4 dan 5. “Saat ini kami sedang menuju Prescriptive
Analytic for Decision Making. Harapannya di tahun ini bisa tercapai. Prescriptive
artinya hasil prediksi dan diagnosis bisa memberikan sebuah keputusan berupa scope
lingkup pekerjaan yang akan dikerjakan dan kapan waktunya. Jika sudah membuat
keputusan seperti itu, hasil dari keputusan tersebut bisa membuat pekerjaan
lebih spesifik sehingga durasi eksekusinya pun bisa diperkecil atau
diperpendek,” ia menerangkan. Kemudian,
di level 5 akan menuju ke Cognitive Analytic, yakni ke arah operasi
secara autonomous decision making. Artinya, pengambilan keputusan
secara otomatis, dan hal itu sudah dirintis PLN-IP. Ada tahapan untuk wadahnya, yag bernama Virtual
Pro-Plantyang menggunakan konsep teknologi metaverse. Lesson learnt dari transformasi digital, Asti mengungkapkan, ialah kita harus
menetapkan visi terlebih dahulu, tujuannya seperti apa. “Untuk saat ini, visi kami adalah To be the Leading
Electricity Company in Southeast Asia. Tujuan yang ingin dicapai pun
tentunya mendukung visi tersebut. Kemudian, kami assess kondisinya
seperti apa, jadi berangkat dari kondisi kami, lalu tujuannya mau apa,”
katanya. Dalam
visi tersebut, ada dua kata kunci, yaitu leading (terkemuka) dan sustainable
(berkelanjutan), yang dapat dicapai dengan kinerja operasional dan
keuangan yang baik. “Transformasi
digital juga akan memberikan value creation bagi perusahaan, yakni
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses bisnis yang akan menghasilkan cost
efficiency dan juga peningkatan revenue yang akan berujung pada
peningkatan profit dan evaluasi perusahaan,” Asti menegaskan. Sumber: https://swa.co.id/read/416243/pln-indonesia-power-value-creation-dengan-tranformasi-digital |
|
Berdasarkan kasus di atas: 1. Apa yang Anda ketahui mengenai transformasi
digital? 2. Menurut Anda, mengapa PT. PLN Indonesia Power (PLN-IP)
perlu melakukan
transformasi digital? 3. Berikan penjelasan
mengenai value creation dengan transformasi digital! |
Komentar
Posting Komentar