Jawaban Bahasa Indonesia - MKWU4108

Klik disini untuk memesan

Klik disini untuk memesan

atau bisa chat 081227048161


No. 

Soal

1. 

Perhatikan pernyataan berikut ini : 

“Menurut Karl Buhler, ada tiga fungsi bahasa, yaitu: a) Appel, fungsi memerintah, b) Ausdrich, fungsi untuk  mengungkapkan suasana hati, dan c) Darstellung, fungsi yang mengacu pada objek tertentu”. 

Silakan Anda jelaskan, ketiga fungsi bahasa di atas, dikaitkan dengan situasi dan kondisi berbahasa di  Indonesia dalam kegiatan komunikasi sehari-hari.

2. 

Perhatikan pernyataan berikut ini! 

Bahasa Melayu adalah cikal bakal menjadi bahasa Indonesia. Bahasa Melayu sebagai peninggalan  kerajaan Islam, tampak jelas dalam prasasti tertulis. Dalam perkembangannya bahasa Melayu menyebar  ke pelosok Nusantara seiring dengan penyebaran agama Islam di wilayah Nusantara. 

Dari pernyataan di atas, coba Anda buat mindmapping (peta pikiran) yang menggambarkan kelahiran dan  perkembangan bahasa Indonesia secara kronologis mulai bahasa Melayu yang diangkat menjadi bahasa  Indonesia.

3. 

Perhatikan pernyataan berikut ini! 

”Dalam UUD 1945, BAB XV pasal 36, di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia  memiliki 4 fungsi”  

a. Dari pernyataan di atas, jelaskan keempat fungsi yang dimaksud 

b. Berikan ilustrasi (contoh ) nyata penerapan keempat fungsi tersebut dalam kegiatan komunikasi  sehari-hari

4. 

Bacalah wacana ilmiah di bawah ini, kemudian terapkan teknik PQRST untuk menjawab pertanyaan di  bawah ini? 

a. P (preview) gambaran secara umum tentang wacana yang telah Anda baca; 

b. Q (question) ajukan pertanyaan tentang informasi apa saja yang akan Anda dapatkan setelah  membaca wacana ilmiah ini; 

c. R (read) bacalah secara teliti wacana dan buatlah catatan-catatan tentang hal-hal yang menurut  Anda penting; 

d. S (summarize) buatlah ringkasan yang menggambarkan secara keseluruhan dari apa yang telah  dibahas; 

e. T (test) ujilah kemampuan Anda sendiri dengan menjawab pertanyaan yang Anda ajukan (b.  question) 

 



1 dari 5 

 


Saat ini setiap propinsi dan kabupaten di Indonesia berlomba-lomba untuk menarik perhatian wisatawan  baik domestik maupun mancanegara. Propinsi dan kabupaten tersebut mengadakan acara tahun  kunjungan wisatawan, tahun 2010 tercatat beberapa propinsi dan kabupaten mengadakan tahun  kunjungan wisata, berlomba-lomba untuk mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya. Pada tahun  yang sama Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata menargetkan devisa  yang tidak main-main dari sektor pariwisata, yaitu 10 Milyar Dollar AS dari wisatawan mancanegara,  sedangkan dari wisatawan domestik ditargetkan 20 Milyar Dollar AS. 

Sektor pariwisata sepertinya telah membuat magnet yang kuat sebagai sumber alternatif untuk  meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi pemerintah. Saat ini sektor pariwisata mulai  digerakkan, dari pariwisata budaya, pariwisata religi, pariwisata alam hingga pariwisata minat khusus.  Namun siapa sesungguhnya penggerak pariwisata yang sesungguhnya? tidak lain adalah masyarakat  sendiri. Pariwisata adalah bisnis majemuk dan gotong royong, betapa tidak setiap sektor usaha dari  masyarakat dilibatkan, mulai dari kedatangan wisatawan dari tempat-tempat kedatangan seperti bandar  udara, terminal bus sampai pelabuhan. 

Perjalanan menuju hotel atau tempat penginapan yang melibatkan sektor transportasi seperti taksi. Tiba  di hotel atau tempat penginapan, menuju tempat wisata, sampai wisatawan tersebut pulang kembali ke  negara atau tempatnya bermukim yang tentu saja akan membawa oleh-oleh dari daerah yang ditujunya,  tentunya hal ini melibatkan masyarakat banyak. 

Pariwisata bukan hanya berbicara mengenai bagaimana menjadikan objek wisata dapat menjadi magnet  dalam menjaring wisatawan, namun pariwisata saat ini berbicara bagaimana memberdayakan masyarakat  sekitar lokasi objek wisata agar menjadi pelaku pariwisata dan menjadi masyarakat sadar wisata. Untuk  mewujudkan hal tersebut, tentunya masyarakat di sekitar lokasi objek wisata harus diberdayakan oleh  pemerintah. Jika hal ini dikelola dengan baik sektor pariwisata dapat menjadi penggerak utama ekonomi  sehingga masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui pariwisata. 

Peran serta pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengembangkan pariwisata yang berwawasan  ekonomi masyarakat sangat dibutuhkan agar masyarakat langsung dapat memetik manfaatnya.  Pemerintah dapat melakukannya dengan mengembangkan desa wisata, mengadakan pelatihan  masyarakat sebagai masyarakat sadar wisata dan program-program wisata lainnya yang dapat  meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pariwisata maupun mengadakan acara-acara wisata. 

Saat ini setiap propinsi dan kabupaten di Indonesia berlomba-lomba untuk menarik perhatian wisatawan  baik domestik maupun mancanegara. Propinsi dan kabupaten tersebut mengadakan acara tahun  kunjungan wisatawan, tahun 2010 tercatat beberapa propinsi dan kabupaten mengadakan tahun  kunjungan wisata, berlomba-lomba untuk mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya. Pada tahun  yang sama Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata menargetkan devisa  yang tidak main-main dari sektor pariwisata, yaitu 10 Milyar Dollar AS dari wisatawan mancanegara,  sedangkan dari wisatawan domestik ditargetkan 20 Milyar Dollar AS. 

Sektor pariwisata sepertinya telah membuat magnet yang kuat sebagai sumber alternatif untuk  meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi pemerintah. Saat ini pariwisata mulai digerakkan mulai  dari pariwisata budaya, pariwisata religi, pariwisata alam hingga pariwisata minat khusus. Namun siapa  sesungguhnya penggerak pariwisata yang sesungguhnya ? tidak lain adalah masyarakat sendiri.  Pariwisata adalah bisnis majemuk dan gotong royong, betapa tidak setiap sektor usaha dari masyarakat  dilibatkan, mulai dari kedatangan wisatawan dari tempat-tempat kedatangan seperti bandar udara,  terminal bus sampai pelabuhan. Perjalanan menuju hotel atau tempat penginapan yang melibatkan sektor  transportasi seperti taksi. Tiba di hotel atau tempat penginapan, menuju tempat wisata, sampai wisatawan 



2 dari 5

 


tersebut pulang kembali ke negara atau tempatnya bermukim yang tentu saja akan membawa oleh-oleh  dari daerah yang ditujunya, tentunya hal ini melibatkan masyarakat banyak. 

Pariwisata bukan hanya berbicara mengenai bagaimana menjadikan objek wisata dapat menjadi magnet  dalam menjaring wisatawan, namun pariwisata saat ini berbicara bagaimana memberdayakan masyarakat  sekitar lokasi objek wisata agar menjadi pelaku pariwisata dan menjadi masyarakat sadar wisata. Untuk  membuat hal tersebut terjadi tentunya masyarakat disekitar lokasi objek wisata harus diberdayakan oleh  pemerintah. Jika hal ini dikelola dengan baik sektor pariwisata dapat menjadi penggerak utama ekonomi  sehingga masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui pariwisata. 

Peran serta pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengembangkan pariwisata yang berwawasan  ekonomi masyarakat sangat dibutuhkan agar masyarakat langsung dapat memetik manfaatnya.  Pemerintah dapat melakukannya dengan mengembangkan desa wisata, mengadakan pelatihan  masyarakat sebagai masyarakat sadar wisata dan program-program wisata lainnya yang dapat  meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pariwisata.  

Sumber : https://www.kompasiana.com/harry.octa/54ff24cda333115c4550f926/menjadikan-pariwisata sebagai-penggerak-ekonomi-masyarakat

5. 

Bacalah kutipan artikel berikut ini dengan menggunakan teknik skimming! 

a. Tulislah berapa lama waktu baca Anda. 

b. Tuliskan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam artikel. 

c. Susun ringkasan arrtikel tersebut dalam 1 paragraf.  

 Mengkaji permasalahan pendidikan di Indonesia sama seperti mengurai benang kusut, sulit  menemukan ujung pangkal permasalahannya. Proses pendidikan yang dijalani selama hampir 68 tahun  kemerdekaan Republik Indonesia tidak membuat perubahan yang signifikan terhadap pola pikir  sumberdaya manusianya. Tingkat pendidikan negara yang secara sumberdaya alam sangat kaya raya ini  tertinggal jauh di bawah negara tetangga. Tingginya tingkat pendidikan tidak mengurangi tingginya tingkat  pengangguran. Bukan hal yang aneh lagi jika sekarang banyak ditemukan pengangguran berijazah Strata,  dikarenakan rendahnya kualitas lulusan universitas di negeri ini. Jika carut marut pendidikan terus  didomplengi tujuan-tujuan di luar “mencerdaskan kehidupan bangsa”, maka nasib negara ini hanya akan  tinggal menunggu saat kehancurannya. Harus ada pioneer-pioneer baru yang cinta terhadap dunia  pendidikan, sehingga dengan kecintaannya tersebut dapat membarakan pentingnya belajar dan  bersekolah di dada semua warga Indonesia. Harus ada agent of change yang peduli terhadap nasib  bangsa, sehingga dengan kepeduliannya tersebut dapat mengubah wajah pendidikan Indonesia menjadi  lebih baik. Permasalahan demi permasalahan pendidikan di Indonesia dituai tiap tahunnya.  

 Permasalahan pun muncul mulai dari aras masukan, proses, sampai keluaran. Ketiga aras ini  sejatinya saling terkait satu sama lain. Input memengaruhi keberlanjutan dalam proses pembelajaran.  Proses pembelajaran pun turut memengaruhi hasil keluaran. Seterusnya, keluaran akan kembali berlanjut  ke input dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi atau masuk ke dalam dunia kerja, di mana teori  mulai dipraktekkan. Permasalahan umum yang terjadi pada aras input yaitu penerimaan siswa baru di  sekolah-sekolah. Sekolah sebagai institusi pendidikan seharusnya berfokus pada peningkatan kualitas  seseorang, bukan semata-mata mengejar keuntungan. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa  pendidikan di Indonesia sudah menjadi hal yang prestisius bagi beberapa kalangan. Seberapa pun  besarnya biaya pendidikan yang dibebankan pihak sekolah, atas nama gengsi dan harapan akan gelar  kesarjanaan yang dapat meroketkan martabat keluarga, akan dikeluarkan. Namun, bagi kalangan  masyarakat menengah ke bawah, persoalan masuk sekolah bukan melulu tentang gengsi, melainkan 



3 dari 5

 


mampu atau tidaknya. Bahkan sudah menjadi pemandangan wajar, tiap tahun ajaran baru, Perum  Pegadaian menerima gadaian perhiasan dari orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya. Penerimaan  siswa baru di sekolah negeri seharusnya membebaskan biaya bagi calon orangtua murid. Namun pada  prakteknya banyak ditemukan pungutan liar dengan alasan uang ‘titipan’ agar si anak dapat masuk ke  sekolah yang diinginkan.  

 Permasalahan pada proses pembelajaran tak kalah kompleksnya dengan upaya memasukkan  anak ke sekolah. Usaha untuk bisa memasukkan anak ke sekolah unggulan kadang tidak dibarengi  dengan pemberian motivasi yang positif bagi si anak. Anak seharusnya diberikan gambaran mengenai  apa yang ingin ia capai, bukan memberi gambaran apa yang ingin orangtua capai dari si anak. Pemberian  les tambahan kadang tidak disesuaikan dengan bakat dan keinginan si anak. Hasilnya, masa anak-anak  yang penuh keceriaan berganti menjadi rutinitas belajar dan mengejar prestasi tiada henti. Dan orangtua  merasa punya alasan yang kuat terhadap pemasungan terselubung dari perkembangan kecerdasan  emosional dan psikologi si anak, yaitu atas nama kesuksesan anak di kemudian hari. Bagi orangtua yang  berekonomi lemah, si anak diberi beban mencari nafkah. Waktu belajarnya menjadi terpotong dengan  waktu mencari uang bagi seluruh keluarganya. Di sekolah pun kini, pembahasan yang selalu hangat terjadi  di ruang-ruang kantor belakangan ini adalah bertemakan “Kapan uang TKD akan turun? Kapan uang  sertifikasi akan cair?” dan segala pembicaraan yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan paling  dasar dari hirarki kebutuhan Maslow.  

 Kinerja guru di kelas pun kadang hanya sebatas setor muka dengan para peserta didik, memberi  catatan untuk disalin di buku, memberi tugas untuk dinilai kapan-kapan, atau mengatrol nilai anak didik  agar pengisian raport cepat selesai dan memenuhi SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimum) atau  KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Semoga tidak banyak guru yang seperti itu. Semoga masih banyak  guru yang berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya, peserta didiknya, dan tanggung jawabnya, walaupun  yang didapat tidak lebih dari ucapan terimakasih. Pada aras keluaran, yakni berkaitan dengan kelulusan,  maka akan berhadapan dengan permasalahan yang masih gencar dipertahankan dan dipertentangkan,  yaitu masalah UN (Ujian Nasional). Semenjak tahun 2008 UN diwajibkan sampai tingkat SD (Sekolah  Dasar) dan sederajat. Hal ini jelas menuai protes dari banyak kalangan, dikarenakan bertentangan dengan  program nasional “Wajib Belajar (Wajar) 12 tahun” yang telah diberlakukan mulai tahun 2013. Wajar 12  tahun mewajibkan anak-anak berusia 7-19 tahun untuk dapat mengenyam bangku sekolah. Tetapi untuk  dapat lulus dari SD saja anak didik harus melalui tahap seleksi yang didasarkan pada nilai UN dan hasil  raport dari kelas IV sampai VI. Otomatis anak-anak yang nilai rendah tidak dapat melanjutkan ke SMP  Negeri, dan jika harus bersekolah di swasta belum tentu orangtua mereka mampu membayar biaya yang  diajukan pihak sekolah. Itu baru tingkat SD, belum tingkat SMP dan SMA/K. UN pun digadang-gadang  hanya mendidik kognitif siswa sedang mengkesampingkan afektif dan psikomotorik. Anak hanya menjadi  pintar secara otak, tetapi belum tentu menjadi ‘pintar’ secara emosional dan tingkah laku. 

 Kesalahan paling mendasar pada pendidikan dalam lingkungan keluarga adalah kurangnya  apresiatif dari segala pihak, khususnya orangtua siswa terhadap penanaman nilai-nilai baik, terutama nilai  kepemimpinan. Terkadang orang tua menyekolahkan anak hanya demi peningkatan derajat yang  diharapkan dapat bertambah seiring gelar yang tercantum pada nama si anak, tanpa orangtua  memberikan contoh dari perilaku mereka sehari-hari. Pelimpahan tanggung jawab pendidikan oleh orang  tua kepada pihak sekolah, yang dianggap sebagai sarana paling berpengaruh dan paling mampu  membentuk watak dan karakter anak menjadi baik, adalah sumber kesalahan sistem pendidikan di  Indonesia. Orangtualah yang seharusnya memegang andil lebih besar terhadap perkembangan  kecerdasan intelejensi dan emosi anak-anaknya. Orangtua yang seharusnya mempunyai lebih banyak  waktu untuk memperkenalkan nilai-nilai baik kepada anaknya. Orangtua adalah pendidik utama yang  dapat membentuk karakter anak sedari dini. Alasan yang sering terlontar manakala orang tua siswa  berpendidikan rendah adalah mereka tidak akan mungkin bisa mengajarkan ilmu-ilmu yang sekolah tuntut  kepada si anak. Mereka berpikir hanya guru yang mampu membuat anaknya menjadi pintar. Sementara,  orang tua yang berpendidikan tinggi terkadang beralasan tidak memiliki cukup waktu dalam menangani  dan mengajari anak-anaknya. Untuk mengatasi hal tersebut mereka pun menyekolahkan anak-anaknya 



4 dari 5

 


di sekolah swasta yang bergengsi, lengkap dengan kegiatan ekstra kurikuler. Jika perlu, si anak diberikan  pelajaran tambahan atau les, seperti les musik, gambar, balet, bahasa Inggris, dan masih banyak lagi.  Padahal jika dikaji secara mendalam, bukan itu yang diinginkan anak-anak. Mereka lebih  menginginkan keberadaan orang tua di sisinya sebanyak yang mereka mampu. Ada saat anak hendak  bertanya dan menginginkan jawaban. Ada saat anak merasa tak mampu dan bosan dengan segala hal  yang berkaitan dengan sekolah. Ada saat mereka membutuhkan teman bicara. Ada saat mereka butuh  dihargai dan diperhatikan. Nilai dan rangking bukan lagi suatu yang penting jika si anak dapat belajar  dengan perasaan tenang dan nyaman karena mereka tahu orang tuanya tidak akan memarahinya  walaupun ia tidak mampu. Dengan demikian, percaya diri anak akan bertambah dan ia akan tumbuh  dengan kecerdasan emosional yang baik. Seharusnya itu yang menjadi tolak ukur keberhasilan anak,  bukan rangking, gelar, atau apapun. 

 Sebuah sistem yang buruk harus diperbaiki dari sub sistem-sub sistem terkecil dalam sistem tersebut.  Dan sub sistem terkecil adalah keluarga. Orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab penuh  terhadap perkembangan dan pertumbuhan buah hatinya. Orang tua adalah pemberi pondasi dan filter  utama bagi si anak agar mampu menghadapi lingkungan sosialnya. Ketidakmampuan orang tua mendidik  anak mereka menjadi sasaran empuk para kapitalis sekolah yang membuka sekolah hanya demi  keuntungan semata. Sekolah semacam itu tidak akan mampu mendidik generasi baru yang kokoh secara  intelektual, emosional, apalagi spiritual. Megahnya gedung sekolah, kurikulum yang berstandar  internasional, maupun manajemen yang tertata rapih tidak menjamin seorang anak akan berhasil dalam  kehidupannya, apalagi tanpa ada dukungan dari orang tuanya. 

Sumber: file:///E:/SEMUA%20DIMULAI%20A%20-%20D/DOWNLOADS/105-313-1-PB.pdf



5 dari 5


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jawaban Pengantar Akuntansi TT 2

Tugas 6 lab pajak

Akuntansi Keuangan Menengah 1